Kuasa dibalik pers


Tidak bisa dipungkiri media masa memiliki andil yang cukup besar dalam berbagai perubahan dan pembaharuan dunia dewasa ini. Informasi saat ini dapat didapatkan dengan mudah dan dapat disebarkan dengan mudah pula. Bahkan tak jarang akibat pola pikir instan, informasi yang diterima diserap mentah-mentah tanpa dipertanyakan kebenarannya.
Massa dapat membenci sebuah ideologi, sebuah kelompok, bahkan individu tertentu akibat pemberitaan negatif. Bahkan tanpa mempertanyakan hal tersebut. Hal ini yang memupuk tumbuh suburnya hoax yang tak hanya menumbuhkan keributan, ketakutan, bahkan peperangan.

Dapat diambil contoh berita yang dapat dikatakan 'belum benar' saat itu memanen emosi warga net, misalnya tagar #justiceforaudrey seorang anak yang katanya dibully hingga dirawat di RS yang menyedot perhatian banyak kalangan, namun berita tersebut tidak sepenuhnya benar. Atau melihat lebih jauh lagi propaganda 3A dan istilah saudara tua yang dibawah Jepang saat masuk ke Indonesia. Propaganda yang diserukan oleh selebaran, dinding jalanan, bahkan dari mulut ke mulut. Dengan propaganda ini menjadikan bangsa Indonesia 'welcome' dengan kedatangan Jepang.

Melihat 'power' yang cukup besar dari media massa, menjadikan media massa dan orang-orang di belakangnya sebagai sasaran yang empuk untuk dimanfaatkan. Para pelaku pers harus menyadari berita yang diolah dalam dapurnya, akan menjadi konsumsi khalayak ramai. Media massa adalah titik yang rawan. Publik dapat dikelabuhi oleh media.
Media tidak seharusnya mengolah berita menjadi menarik, demi kepentingan dan keuntungan media tersebut. Serta tidak boleh disetir untuk memberitakan hal-hal tertentu.
Jika kembali pada masa lampau pers banyak dimanfaatkan untuk mendukung propaganda dalam peperangan. Misalnya dalam memenangkan dukungan masyarakat Jerman terhadap Adolf Hitler, Propaganda Soviet yang anti-Amerika, serta propaganda anti jerman dari Britania, Amerika, dan Australia. Tentunya propaganda ini dilakukan guna mendulang dukungan masyarakat luas.

Melihat kedudukan pers yang amat krusial tentu menjadikannya rawan. Mengingat hal ini para pelaku pers mau tak mau harus memiliki mental dan karakter yang kokoh.
Pemberitaan pers harus bersifat netral, fakta tetaplah fakta. Sekalipun fakta tersebut dibenci khalayak ramai. Emosi dan perasaan harus dapat dikendalikan dalam meja redaksi, guna menghadirkan fakta yang netral. Pers harus tetap memberitakan yang sesungguhnya, bukan yang diinginkan.
Kebebasan suatu lembaga pers adalah harga diri. Jika suatu lembaga pers secara langsung atau tidak langsung dalam pemberitaannya dinahkodai oknum tertentu demi sebuah kepentingan, harga diri dipertanyakan. (13:05) 09.02.20

Selamat hari pers. 🙃

Pict : Waikabubak, 2019 (cws)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi : The Psychology of Money

Aksa

Resume : The Psychology of Money