Sampai bertemu nanti, sampai bertemu mati.

Sampai bertemu nanti, sampai bertemu mati. 
Pict : Waikabubak, 2018 (cws) 

Pejuangan, 
Cinta, 
Patah hati, 
Tawa dan air mata,
Amarah
Hingga dendam. 
Didedikasikan untuk kematian, pada hasil akhirnya. 

Kita berhadapan dengan banyak babak dalam perjalanan menuju kematian.
Setiap akhir dari suatu babak, ada babak baru dengan perjuangan baru, rasa sakit dan bahagia yang baru.
Ada air mata dan tawa yang menunggu.
Begitu seterusnya hingga kita lelah, sampai penyelesaian yang kita tunggu datang, yaitu kematian.

Apa yang paling seirama dengan kehidupan? Kematian. Dekat lagi lekat.
Aku pernah merasa mati,
Berkali-kali.
Aku mati ditikam kata, dicekik kenyataan, hingga mati dalam tatap seseorang.

Apakah ketika mati, kita benar mati?
Apakah saat hidup kita benar benar hidup?
Apakah hidup hanyalah syarat untuk mati?
Apakah hidup kita, benar-benar milik kita?
Ataukah cuma bahan mainan semesta dan sang absolut?
Jika takdir memang benar takdir, apakah kita hanya berfungsi sebagai pengisi peran sebelum mati pada akhirnya?

...

Kematian. Menakutkan memang.
Tapi siapa dapat lari? Siapa dapat menghindar?
Itu adalah kepastian, yang paling pasti bagi mahkluk hidup.

Aku tidak ingin menganggap kematian menakutkan seperti hantu.
Lebih nyaman buatku bila menyebutnya 'teman dekat' agar bisa berdamai dengannya.
Namun kadang kematian tak hadir sebagai 'teman dekat' tapi menjadi sebuah pertanyaan yang menuntut jawaban dan penjabaran. Pertanyaan menjadi arah saat mencari kebenaran. Tidak semua hal yang dapat diindrai dan diketahui mutlak kebenarannya. Tidak selalu pernyataan umum yang diakui dan diyakini secara universal benar adanya. Segala perlu dipertanyakaan.

Tak ada kehidupan, tanpa kematian.
Mengapa suatu objek dikatakan makhluk hidup? Karena suatu saat objek itu akan mati. Bicara soal kematian dan kehidupan dapat dibaratkan seperti cincin tak berujung, tak berpangkal. Datang begitu saja sejak manusia keluar dari rahim ibunya, lenyap begitu saja saat yang dikatakan 'nyawa' keluar dari raganya.
Entah dengan cara apa dan dimana 'nyawa' itu keluar dari raga.
Entah yang akan kita songsong abadi atau fana.
Entah pada akhirnya kebahagiaan abadi sebatas utopia atau benar adanya.
Entah ada kehidupan lain atau terhenti sampai di sini.

Sampai bertemu nanti, jika bertemu mati. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi : The Psychology of Money

Aksa

Resume : The Psychology of Money