Permendikbud 30

Apa Itu Kekerasan Seksual?

Setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal (Pasal 1 Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021)


Apa Saja yang Termasuk Kekerasan Seksual?

Dalam Pasal 5 Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:  

menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;    

memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;  

menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;  

menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman; 

mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban; 

mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban; 

mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;   

menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban; 

mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi; 

membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;  

 memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual; 

menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;  

membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban; 

memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual; 

mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;  

melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;  

melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;  

memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;  

memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;  

membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau 

melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.


Apa yang Menyebabkan Persetujuan Korban Tidak Sah?

Dalam pasal yang sama persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban: 

memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 

mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya; 

mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba; 

mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;  

memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;  

mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau  

mengalami kondisi terguncang.


Apa Prinsip Penanganan Kekerasan Seksual yang Harus Diperhatikan?

kepentingan terbaik bagi Korban; 

keadilan dan kesetaraan gender;  

kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas;  

akuntabilitas;  

independen;  

kehati-hatian; 

konsisten; dan

 jaminan ketidakberulangan.

(Pasal 3 Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021)


Bagaimana Penanganan Kekerasan Seksual yang Wajib Diberikan Perguruan Tinggi?

Pendampingan;

Pelindungan;

Pengenaan sanksi adminisftratif; dan

Pemulihan korban

(Pasal 10 Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021)


Bagaimana Bentuk Pendampingan yang Wajib Diberikan Perguruan Tinggi?

Konseling;

Layanan kesehatan;

Bantuan hukum;

Advokasi; dan/atau

Bimbingan social dan rohani

(Pasal 11 Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021)


Apa Kewajiban Perguruan Tinggi dalam Pencegahan Kekerasan Seksual?

merumuskan kebijakan yang mendukung Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi; 

membentuk Satuan Tugas;  

menyusun pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual;  

membatasi pertemuan antara Mahasiswa dengan Pendidik dan/atau Tenaga Kependidikan di luar jam operasional kampus dan/atau luar area kampus; 

menyediakan layanan pelaporan Kekerasan Seksual; 

melatih Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus terkait upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual;  

melakukan sosialisasi secara berkala terkait pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual kepada Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus; 

memasang tanda informasi yang berisi: 

1. pencantuman layanan aduan Kekerasan Seksual; dan 

2. peringatan bahwa kampus Perguruan Tinggi tidak menoleransi Kekerasan Seksual;

menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas untuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual; dan

melakukan kerja sama dengan instansi terkait untuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.


Apa Sanksi bagi Perguruan Tinggi yang Tidak Melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual?

Penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk Perguruan Tinggi; dan

Penurunan tingkat akreditasi.

(Pasal 19 Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021)

“Kekerasan dalam kamus bahasa Indonesia itu artinya dipaksa, dan dipaksa jika diturunkan lagi berarti menjadi tanpa persetujuan.” Nadiem Makarim.

Dengan adanya Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 diharapkan dapat menjadi pelindung sekaligus acuan pada penanganan dan pencegahan kekerasan seksual dalam lingkungan pendidikan yang turut menyadarkan para civitas akademik tentang dekat dan pentingnya isu kekerasan seksual untuk menciptakan dunia pendidikan yang lebih baik. (Clarita W.S.)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi : The Psychology of Money

Aksa

Resume : The Psychology of Money