Kebutuhan Informasi Publik dalam Pengendalian Karhutla

 

Ilustrasi : Pixabay


Indonesia merupakan negara dengan luas hutan ke 3 terbesar di dunia. Luas lahan berhutan di Indonesia berdasarkan data hasil pemantauan hutan Indonesia oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK di tahun 2019 adalah 94,1 juta ha atau 50,1% dari total daratan. Sebelumnya pada tahun 1950 diperkirakan luas hutan mencapai 193 ha atau lebih dari dua kali lipat luas hutan pada tahun 2019. Selain oleh degradasi dan deforestasi hutan, kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) menjadi salah satu penyebab menurunnya tutupan lahan tersebut. Berdasarkan data yang tersedia di publik Greenpeace Asia Tenggara menganalisis antara tahun 2015-2019 setidaknya 4,4 juta ha lahan terbakar di Indonesia dan sekitar 789.000 ha telah berulang kali terbakar. 

Pada tahun 2015 diterbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan dalam putusan Komisi Informasi No.001/1/KIP-PS-A/2017 laporan pencapaian Inpres Nomor 11/2015 merupakan informasi terbuka yang dapat diakses publik. Kemudian diikuti Inpres Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan. Dalam mekanismenya koordinasi pelaporan dilakukan oleh Sekretaris Kabinet langsung kepada presiden, tanpa diberikan ke publik. Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) menyatakan bahwa informasi laporan pencapaian Inpres Nomor 11/2015 tidak dibuka ke publik serta Inpres Nomor 3 Tahun 2020 dilaksanakan tanpa adanya kewajiban pelaporan ke publik. 

Diperlukan adanya transparansi dan keterbukaan data kepada publik dalam proses dan mekanisme pengendalian kebakaran hutan dan lahan.  Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui sejauh mana keseriusan dan kinerja pemerintah dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan, serta dengan mengetahui dan memahami data, kerusakan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan akan menimbulkan rasa turut menjaga dan mengantisipasi sesuai porsinya hal-hal yang dapat memicu atau memperparah kebakaran hutan serta lahan. 

Di samping oleh masyarakat, dengan adanya transparansi data juga turut mempermudah lembaga-lembaga non-pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan hidup dalam menganalisis dan memberikan masukan serta sumbangsih terkait kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Lembaga-lembaga ini pun kemudian dapat mengawal kinerja dalam proses pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh pemerintah. Lembaga non profit tersebut memiliki peran dan kekuatan dalam mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Lembaga ini menjadi penyeimbang dalam keputusan pemerintah dan jembatan masyarakat kepada pemerintah  untuk mengambil langkah yang pro terhadap masyarakat sekitar hutan serta kelestarian dan keberlangsungan ekologi dan keanekaragaman biodiversitas hutan khususnya dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Dengan data tersebut pula, dapat dilakukan penelitian dan pengamatan guna mencari jalan keluar dan solusi dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di Indonesia. 

Dengan demikian, keterbukaan informasi publik terkait pengendalian serta penanggulangan kebakaran hutan dan lahan akan menciptakan transparansi baik bagi masyarakat maupun lembaga non-pemerintah dalam mengontrol langkah dan kebijakan yang diambil pemerintah. Selain itu, dengan data tersebut dapat dilakukan analisis, penelitian, serta pengamatan yang dapat melibatkan semua pihak guna bersama-sama mencari solusi dalam menghadapi dan mengendalikan kebakaran hutan yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kelestarian dan kekayaan hutan-hutan di Indonesia beserta segala organisme dan biodiversitas yang beragam di dalamnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi : The Psychology of Money

Aksa

Resume : The Psychology of Money