Memudarnya Wangi Pulau Cendana
Pict : google.com
Cendana (Santalum album Linn) atau Sandalwood merupakan tumbuhan endemik Indonesia, tepatnya berasal dari Pulau Sumba dan Pulau Timor. Santalol, kandungan bahan aromatik ini yang menjadikan cendana memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Di Pulau Timor sendiri pohon cendana dikenal dengan nama hau meni, sedangkan di Pulau Sumba pohon ini disebut ai nitu, ai salun, ai sarun, atau ai kamelin. Dalam sejarah tercatat data tertua yang menunjukan wangi cendana ini telah tercium oleh dunia adalah sejak abad ke-3. Dalam catatan Dinasti Yuan pada abad ke-12 dan abad ke-13, Cina merupakan negara utama yang membeli cendana (Meilink Roelofsz, 1962; Rowland 1992). Sumba, yang secara tradisional dikenal sebagai pulau cendana (sandalwood island), kemudian dilaporkan benar-benar kehilangan semua pohon cendananya; baik penduduk di bagian gunung atau pesisir pantai Sumba mengingkari bahwa pohon cendana pernah ada di pulau tersebut (Doherty, 1891). Santalum album Linn oleh lembaga International Union for Conservation of Natural Resource (IUCN) dimasukkan dalam kategori vulnerable (hampir punah) atau Appendix II oleh CITES. Hal ini dikarenakan deviasi antara tindakan eksploitasi dan upaya pelestariannya, sehingga kemudian terjadi penurunan populasi cendana. (Njurumana, 2017).
Santalum album Linn dikategorikan sebagai spesies prestisius karena memiliki nilai pemanfaatan yang tinggi. Eksploitasi yang besar tanpa diimbangi pelestarian yang setara menjadikan populasi cendana mengalami penurunan yang signifikan. Akibat perdagangan masa lampau Santalum album Linn ditemukan pada berbagai wilayah yang memiliki kondisi topografi sejenis tempat asalnya baik pada hutan alam maupun hutan tanaman, diantaranya Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, Utara Australia, hingga India. Santalum album Linn tumbuh optimal pada daerah yang tidak terdapat banyak air, pada tanah yang lempung, serta di atas tanah yang dangkal yang berbatu-batu. Pada tanah yang subur minyak yang dihasilkan memiliki kualitas yang rendah dan pada tanah yang tinggi kandungan airnya akan mengganggu pertumbuhan cendana muda. Santalum album Linn memiliki kandungan bahan aromatik yakni santalol, yang merupakan senyawa organik beraroma khas golongan sesquiterpene. Di dalam cendana (Santalum album L.) terdapat α-santalol berkisar antara 8,7-25,2% dan β-santalol berkisar antara 7,1-48,6%. Minyak esensial ini dimanfaatkan dalam pembuatan aromaterapi, kosmetik,obat-obatan, parfum, penyedap makanan, senyawa anti karsiogenik, anti kanker dan antiviral. Selain itu, Santalum album Linn menghasilkan kayu teras kualitas tinggi yang dimanfaatkan untuk pembuatan patung dan seni rupa lainnya.
Pulau Sumba dijuluki "Nusa Cendana" (Widyastuti, 1993), cendana sendiri menjadi maskot dari Provinsi Nusa Tenggara Timur dan menjadi nama dari salah satu Perguruan Tinggi Negri di Provinsi NTT. Hsing-cha Shenglan pada tahun 1436 sewaktu Dinasti Ming, menggambarkan gunung-gunung di Pulau Timor seperti ditutupi oleh pohon-pohon cendana dan daerah ini tidak menghasilkan kayu lain (Riswan, 2001), selain kayu cendana. Seperti Sumba, Pulau Timor pun kehilangan pohon endemiknya. Salah satu penyebabnya dalam Clarence-Smith (1992) adanya penemuan bahwa minyak cendana dapat juga diekstraksi dari akarnya.
Hilangnya cendana dari pulau cendana merupakan suatu ironi yang menyedihkan. Pulau yang sebagian topografi berupa bukit kapur tandus dengan bentangan padang sabana yang luas merupakan habitat yang amat baik bagi pohon yang bernilai tinggi. Di samping itu, perbukitan ini juga menjadi rumah bagi kuda dengan ras sandalwood (cendana) yang ditemukan di Pulau Sumba. Kuda pony dengan tubuh kecil, namun memiliki kaki yang tangguh dan tenaga kuat. Nama kuda Sandalwood atau kuda sandel ini dikaitkan dengan Sandalwood tree yang di masa lalu merupakan komoditas ekspor dari Pulau Sumba.
Ai Kamelin (Cendana : Sumba) yang dalam The Book of Duarte Barbosa (1518) pada jaman dulu dihargai dengan perak, besi, pakaian sutra, serta mangkuk porselen oleh pedagang eropa dan cina. Apakah mengembalikan aroma Sandalwood di rumahnya atau membiarkannya tetap menjadi legenda dan cerita kejayaan masa lalu, kini menjadi pilihan.
.
(Clarita Wihelmina Sulastri)
Komentar
Posting Komentar